Kamis, 18 Maret 2010

Ekskavasi Situs Candi Bojong Menje

Oleh
Deden Wahyudin, S.S

Paparan tentang penggunaan metode arkeologi meliputi tahap observasi, tahap deskripsi, dan tahap ekplanasi dalam menangani situs Bojongmenje.
Dalam penerapannya di lapangan, data arkeologi secara umum dikumpulkan melalui tiga dasar, yaitu observasi meliputi kegiatan penjajagan, survei (termasuk wawancara) dan ekskavasi. Masing-masing metode menunjuk cara kerja yang berbeda yang berbeda tergantung pada sifat keletakan data. Misalnya data yang ada di permukaan tanah, di dalam tanah, dan dibawah air. Selain itu, diterapkan juga tata cara pengumpulan data secara spesifik dengan menggunakan teknologi yang tinggi, misalnya pemanfaatan foto udara. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan survei di lapangan, terdapat tiga cara kerja, yaitu survey permukaan tanah, survey bawah permukaan tanah, dan survei udara. Implikasinya, pelaksanaan ekskavasi juga akan mencakup ekskavasi arkeologi darat (terrestrial archaeology) dan ekskavasi arkeologi bawah air (underwater archaeology).
Dalam hal ini saya akan menganalisis bagaimana penggunaan metode arkeologi dalam menangani situs Bojongmenje. Bojongmenje ditemukan secara tidak sengaja oleh karena itu sifat datanya terbatas. Walaupun begitu untuk bisa menemukan data tentang keberadaan candi Bojongmenje maka bisa menggunakan metode arkeologi.
Untuk melaksanakan penelitian arkeologi menurut aturan dalam metode arkeologi yang pertama melakukan tahapan observasi. Tahapan observasi ini meliputi:

1. Penjajagan
Penjajagan dalam arkeologi adalah pengamatan tinggalan arkeologi di lapangan untuk memperoleh gambaran tentang potensi data arkeologi dari suatu tempat areal. Seperti jenis tinggalan arkeologi atau luas situs atau luas situs. Dalam penjajagan ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap keadaan lingkungan dan pencatatan tentang jenis tinggalan arkeologi (archaeological remains) kemudian menandai ke dalam data ( plotting). Penjajagan ini memberikan 2 kemungkinan. Yaitu:
merupakan langkah awal bagi penyusunan awal bagi penyusunan strategi penelitian berikutnya. atau
langsung menghasilkan interpretasi dari suatu situs berdasarkan catatan yang telah dibuat oleh peneliti.

Penjajagan untuk situs Bojongmenje
Situs Bojongmenje secara administratif termasuk di dalam wilayah Kampung Bojongmenje, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis berada pada posisi 6°50‘47” LS dan 107°48‘02” BT (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II). Di kawasan Rancaekek selama ini belum ada laporan atau temuan mengenai adanya objek purbakala.
Geomorfologi kawasan situs Bojongmenje secara umum merupakan dataran bergelombang dengan ketinggian antara 620 hingga 1700 m di atas permukaan laut. Situs Bojongmenje berada pada ketinggian sekitar 675 m di atas permukaan laut. Dataran rendah berada di bagian selatan dan barat, sedangkan bagian utara dan timur merupakan perbukitan. Bukit-bukit tersebut antara lain G. Bukitjarian (1282 m), G. Iwiriwir, Pr. Sumbul (949 m), G. Kareumbi, G. Kerenceng (1736 m), G. Pangukusan (1165 m), Pr. Sodok, Pr. Panglimanan, Pr. Dangusmelati, Pr. Serewen (1278 m), G. Buyung, dan beberapa puncak lainnya (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang.
Dataran rendah di mana situs berada dialiri beberapa sungai. Sungai-sungai tersebut bermata air dari kawasan pegunungan di sebelah utara dan timur. Di kawasan paling barat mengalir Sungai Cikeruh. Ke arah timur berturut-turut terdapat aliran sungai Cikijing, Cimande, dan Citarik. Sungai Cikijing dan Cimande bersatu dengan Citarik. Sungai Cimande yang mengalir di dekat situs, di sebelah timur situs bermula dari arah selatan ke utara kemudian berbelok ke arah barat. Di sebelah barat laut situs sungai ini kemudian berbelok lagi ke arah selatan.
Lokasi berada pada lahan kuburan yang dikelilingi areal pabrik, di sebelah selatan jalan raya Bandung–Tasikmalaya. Untuk menuju situs hanya dapat melalui lorong di antara padatnya perumahan penduduk dan tembok pagar pabrik. Panjang lorong dari jalan raya hingga lokasi situs sekitar 125 m. Lahan kuburan di mana terdapat bangunan candi, berada pada sebelah selatan kelokan sungai Cimande berjarak sekitar 75 m.
Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk. Gundukan tanah ini tingginya sekitar 1 m dari lahan sekitar. Pada bagian puncak gundukan ditumbuhi pohon bungur. Menurut cerita masyarakat, candi ini memang sudah lama diketahui. Dahulu di lokasi ini pernah terdapat arca batu menggambarkan sosok wanita menimang bayi. Arca tersebut dahulu sering untuk main-main dan seringkali dilemparkan ke sungai. Berdasarkan keberadaan arca ini masyarakat menamakannya Candi Orok. Di sebelah timur candi ini dahulu juga terdapat candi dan beberapa arca yang berjajar. Masyarakat menamakannya Candi Wayang. Selain di sebelah timur, di sebelah barat juga terdapat bangunan candi.
Itulah paparan mengenai proses penjajagan atau pengamatan awal mengenai situs bojongmenje. Setelah mekalukan penjajagan atau pengamatan awal lalu melakukan apa yang di namakan Survei

2. Survei
Survei adalah pengamatan tinggalan arkeologi disertai dengan analisis yang dalam. Selain itu, survey juga dapat dilakukan dengan cara mencari informasi dari penduduk. Tujuan survey untuk memperoleh benda atau situs arkeologi yang belum pernah ditemukan sebelumnya atau penelitian ulang terhadap benda atau situs yang pernah yang diteliti. Survei dapat pula berarti melacak berita dalam literature atau data, karena adanya laporan temuan. Adapun kegiatan survey terdiri : Survei permukaan, survey bawah tanah, Survei bawah air, survey udara, dan wawancara.
Berkaitan dengan situs bojongmenje, situs candi Bojongmenje ditemukan tidak sengaja oleh warga yang sedang menggali tanah untuk menguruk gang dekat lokasi candi. Sampai saat ini belum ditemukan sumber tertulis yang menjelaskan hubungan Candi Bojongmenje dengan kerajaan tertentu yang pernah ada di Jawa Barat namun, berdasarkan temuan-temuan arkeologi di situs Bojongmenje, diperkirakan bahwa candi tersebut dibangun pada abad ke-7 dan ke-8. Dengan demikian, usia Candi Bojongmenje lebih tua dibandingkan dengan usia candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau setidaknya setara dengan Candi Dieng di Jawa Tengah.
Untuk meneliti situs candi Bojongmenje digunakan survei permukaan yaitu kegiatan dengan cara mengamati permukaan tanah dari jerak dekat. Candi Bojongmenje dibangun dari batu andesit, berdenah dasar bujur sangkar dengan sisi sepanjang 6 m. Bentuk bangunan candi sangat sederhana dan dindingnya hanya terdiri satu lapis tanpa hiasan relief. Kesederhanaan tersebut menjadi petunjuk bahwa peradaban manusia yang membuatnya masih lebih sederhana dibandingkan dengan peradaban pada masa pembangunan Candi Prambanan dan Candi Barabudur. Di lingkungan candi ditemukan yoni yang menunjukkan bahwa Candi Bojongmenje berlatar belakang agama Hindu Syiwa.

Setelah melakukan observasi lalu melakukan apa yang dinamakan dengan tahapan deskripsi. Tahapan deskripsi ini disebut juga pengumpulan data awal. Pengumpulan data itu lalu dihimpun dalam catatan kecil mengenai penelitian arkeologi.
Catatan awal :
Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk
Untuk menuju lokasi candi ini mesti melewati sebuah gang sempit dengan tembok pagar pabrik yang menjulang tinggi.
Tempat ditemukannya candi ini sendiri menempel dengan tembok pagar pembatas pabrik.
Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah.
Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata.
Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk. Gundukan tanah ini tingginya sekitar 1 m dari lahan sekitar.
Pada bagian puncak gundukan ditumbuhi pohon bungur.
Di sebelah timur candi ini dahulu juga terdapat candi dan beberapa arca yang berjajar.
Tahap terakhir ialah ialah tahapan ekplanasi. Tahapan ekplanasi ini kalau dalam ilmu sejarah bisa disebut dengan tahapan historiografi.


EKPLANASI ( Tulisan arkeologi )
Dalam ekskavasi di situs Bojongmenje, pembukaan kotak dilakukan dengan teknik spit, yaitu menggali tanah secara arbitrer dengan interval ketebalan 20 cm. Ekskavasi yang telah dilakukan berhasil membuka 21 kotak gali dan sebuah lubang uji. Pembukaan kotak gali, pada umumnya mencapai kedalaman sekitar 150 cm. Ekskavasi pada 21 kotak gali tersebut telah menampakkan sisa struktur candi bagian kaki. Struktur kaki candi sisi barat (sebagian telah digali masyarakat setempat) yang tersisa terdiri 5 hingga 7 lapis batu. Bagian sudut barat daya terlihat melesak.
Struktur kaki sisi utara tidak dapat ditampakkan secara keseluruhan karena berada dekat sekali dengan tembok pabrik. Beberapa batu runtuhan berada di bawah pondasi pagar tembok pabrik. Sudut timur laut tidak dapat ditampakkan sama sekali karena berada tepat di bawah pagar tembok pabrik.
Struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan tidak lengkap. Beberapa batu ditemukan dalam keadaan terpotong akibat aktivitas penduduk membuat lubang galian kuburan. Sudut tenggara dapat ditampakkan secara penuh. Beberapa batu bagian ini juga rusak akibat galian kuburan. Struktur sisi selatan keadaannya relatif utuh dalam arti tidak rusak akibat penggalian untuk kuburan.
Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah. Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata. Batu kulit hanya terdiri satu lapis. Batu isian berupa batu-batu polos tidak dibentuk. Kebanyakan batu isian berbentuk panjang disusun secara melintang (berpotongan dengan struktur sisi).
Bata ditemukan dibeberapa kotak gali. Ukuran bata berkisar antkara tebal 9 cm, lebar 20 cm, dan panjang 40 cm. Pada akhir spit, yaitu dimana terdapat batu pondasi bangunan candi, tanah di sekitarnya diperkeras dengan pecahan bata dan kerikil. Pada setiap kotak gali, penggalian pada kedalaman sekitar 1 m terganggu oleh resapan air tanah yang cukup deras. Sehingga pada setiap penggalian harus selalu berpacu dengan cepatnya genangan air..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar