INTERPRETASI
Fakta Sejarah dan Interpretasi Umum
Ilmu pengetahuan historis menurut Popper adalah ilmu pengetahuan yang tertarik pada peristiwa-peristiwa spesifik dan penjelasannya. Sejarah sering dideskripsikan sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu sebagaimana peristiwa itu benar-benar terjadi secara aktual. Popper menyatakan bahwa dalam sejarah tidak teori-teori yang mempersatukan. Dalam artian, kumpulan hukum universal yang sepele digunakan dan diterima begitu saja (are taken for granted).
Dalam sejarah, fakta-fakta yang tersedia sangat terbatas dan tidak dapat diulang serta diimplimentasikan sesuai keinginan kita. Fakta-fakta sejarah telah dikumpulkan sesuai dengan sudut pandang yang telah ada, yang disebut sebagai sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah hanya mencatat fakta-fakta yang tampilannya cukup menarik untuk dicatat, sehingga biasanya sumber-sumber sejarah hanya berisi fakta yang sesuai dengan teori yang sudah ada. Tidak tersedianya fakta-fakta lebih jauh membuat pengujian terhadap teori itu atau teori lain tidak dimungkinkan. Teori historis yang tidak dapat diuji itu dapat dituduh bersifat sirkular. Sehingga teori ini tidak dapat dikatakan sebagai teori ilmiah tapi lebih pas dikatakan sebagai interpretasi umum (teori-teori historis yang bertentangan dengan teori ilmiah).Sejarahwan sering tidak melihat interpretasi lain yang sesuai dengan fakta dan diri mereka sendiri.
Interpretasi harus berbicara sendiri. Kemampuan interpretasi adalah menguraikan fakta-fakta sejarah dan kepentingan topik sejarah, serta menjelaskan masalah kekinian. Tidak ada masa lalu dalam konteks sejarah yang benar-benar aktual terjadi. Yang ada hanyalah interpretasi-interpretasi historis. Tidak ada interpretasi yang bersifat final. Sehingga, setiap generasi berhak mengkerangkakan interpretasinya sendiri. Bukan hanya mengkerangkakannya, setiap generasi juga wajib melakukan interpertas sendiri.
Persoalan krusial kita, bagaimana sulitnya kita berhubungan dengan masa lalu. Namun, di sisi lain kita ingin melihat garis yang bisa membawa kemajuan menuju solusi atas apa yang kita rasakan dan apa yang kita pilih sekarang-masa depan. Jika kebutuhan ini tidak kita jawab secara rasional dan jujur, maka kita akan kembali jatuh pada interpretasi historisis yang tak lebih dari keputusan historisis.
Kemungkinan Interpretasi Baru dalam Sejarah
Adanya interpretasi lain tentang sejarah merupakan hal yang sangat mungkin. Hal ini dikarenakan banyak interpretasi, bahkan semua interpretasi belum tentu memberikan manfaat yang sama. Pandangan ini didasarkan pada 3 argumen, yaitu:
• Selalu ada interpretasi-interpretasi yang sama sekali tidak bersesuaian dengan laporan sejarah yang disepakati.
• Ada beberapa interpretasi yang memerlukan sejumlah hipotesisi yang kurang lebih bersifat membantu jika mereka hendak bebas dari falsifikasi yang dilakukan oleh laporan.
• Ada beberapa interpretasi yang tidak mampu mengubungkan fakta-fakta yang dapat dihubungkan oleh interpretasi lain.
Tiga landasasan ini jika kita praktekan akan membawa kemajuan bagi interpretasi sejarah. Pemahaman merasa cukup dengan satu interpretasi baku saja yang selama ini menjangkiti para sejarahwan mesti ditinggalkan.
Kita baru dapat menguji suatu teori jika kita memperhitungkan contoh-contoh yang berlawanan. Interpretasi-interpretasi bisa bersifat bertentangan. Namun, hal ini tidak akan menjadi masalah apabila kita meletakkannya sebagai kristalisasi-kristalisasi sudut pandang yang saling melengkapi.
Dalam buku Metode Sejarah karangan Nina H Lubis interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Di satu sisi pernyataan itu benar karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur , akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh..
Interpretasi itu ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis. Analisis disini berarti menguraikan dan sintesis menyatukan. Menurut Garraghan, ada lima jenis interpretasi (dalam kategori analisis maupun sintesis menurut Kuntowijoyo), yaitu:
1. Interpretasi Verbal
2. Interpretasi teknis
3. Interpretasi logis
4. Interpretasi psikologis
5. Interpretasi factual
1. Interpretasi Verbal
Interpretasi ini berkaitan dengan beberapa factor, yaitu bahasa, perbendaharaan kata (vocabulary), tata bahasa, konteks, dan terjemahan
2.Interpretasi Teknis
Interpretasi teknis dari sebuah dokumen didasarkan pada dua pertimbangan, pertama yaitu tujuan penyusunan dokumen, dan kedua, bentuk tulisan persisnya. Yang dimaksudkan tujuan disini, adalah bahwa si penulis dokumen bukan semata-mata bertujuan menyampaikan informasi, mungkin saja ada tujuan lainnya.
3. Interpretasi Logis
Interpretasi logis yaitu interpretasi yang didasarkan atas cara berpikir logis. Artinya berdasarkan cara berpikir yang benar. Jadi dalam menafsirkan sebuah dokumen itu secara keseluruhan berisi sebuah gagasan yang logis.
4. Interpretasi Psikologis
Interpretasi psikologis adalah interpretasi tentang sebuah dokumen yang merupakan usaha untuk membacanya melalui kacamata si pembuat dokumen, untuk memperoleh titik pandangnya. Interpretasi ini berhadapan dengan kehidupan mentalitas si pembuat dokumen,yang menyangkut dua aspek, yaitu general (umum) dan individual. Yang bersifat umum, artinya mentalitas yang berlaku untuk semua orang, sedangkan yang bersifat individual artinya mentalitas khusus si pembuat dokumen yang mempengaruhi tulisannya yang dapat dilihat jejaknya dalam karya yang ditulisnya.
5. Interpretasi Faktual
Interpretasi jenis ini tidak didasarkan atas kata-katanya tetapi terhadap faktanya. Dalam hal ini yang menjadi titik berat adalah membiarkan fakta “berbicara” sendiri, tanpa perlu membuat interpretasi macam-macam, sehingga interpretasi factual bisa dikatakan mengatasi lainnya
Mengingait kemungkinan untuk melepaskan diri dari unsure subjektif seperti yang disebut di atas, jelas bahwa seorang peneliti sejarah harus berusaha sekeras-kerasnya untuk menghindarkan dari unsur tersebut. Paling aman, menurut Garraghan, hindarkanlah membuat terlalu banyak interpretasi, sedapat-dapatnya pakailah fakta-fakta” yang sudah bisa bicara dengan sendirinya” (Garraghan.1946:332)
OBJEKTIVITAS DALAM PENGKAJIAN SEJARAH
Sebenarnya dalam praktek penulisan sejarah istilah subjektif dan objektif, dapat disamakan dengan terpengaruh tidaknya seorang sejarawan oleh nilai-nilai tertentu. Tetapi yang kita ketahui bahwa Penulis sejarah mencatat fakta-fakta yang terjadi pada masa lalu. Catatan itu mereka katakan merupakan karya ilmiah yang objektif. Peristiwa yang ditulis itu diyakini benar-benar pernah terjadi pada masa lalu. Ketika sejarah ditulis, ada proses kerja yang dilakukan ilmuan dalam melihat masa lalu. Ada faktor waktu yang bermain dalam penulisan sejarah. Ilmuan sejarah yang hidup pada masa sekarang melihat kejadian yang terjadi pada masa lalu. Sudah tentu dia akan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat ia melakukan kerja. Padahal yang ia teliti sesuatu yang tidak ia alami. Apalagi kejadian masa lalu memiliki latar sosio-historis yang berbeda dengan kondisi sekarang. Oleh karena itu, keobjektifan penulisan sejarah oleh sejarahwan patut dipertanyakan.
Pelukisan sejarah dikatakan objektif apabila hanya objek penulisan sejarah dapat diamati. Kaum objektivisme cendrung membela kemungkinan penulisan sejarah yang objektif. Mereka memberikan alasan-alasan kenapa penulisan sejarah yang objektif dapat dilakukan, yaitu:
1. Ketika Memilih Objek Penelitian
Dalam memilih objek penelitian seorang sejarahwan mungkin didorong oleh pertimbangan subjektif karena pilihan itu ditentukan oleh kesukaan pribadi seorang sejarawan. Namun, tidak berarti hasil penelitiannya juga bersifat subjektif. Sebenarnya kasus seperti tidak hanya untuk sejarawan juga tetapi dialami juga oleh ilmuan-ilmuan yang lain .
2. Keterikatan pada Nilai-Nilai
Terkait dengan masalah bahwa sejarahwan tidak mungkin lepas dari perbedaan nilai antara masa yang ia teliti dengan masa ia meneliti, dapat dipecahkan dengan menetapkan nilai-nilai yang dulu dianut oleh masyarakat dan menetapkannya sebagai pijakan.Dalam hubungan ini, ada gunanya kitra ingat akan perbedaan antara “Wertbeziehung” dan Wertung”, seperti pernah diperkenalkan oleh Max Weber (1884-1920), seorang ahli sosiologi dan sejarah. Kita mengadakan “ Wertbezeihung” (pertalian dengan nilain-nilai), bila kita menerangkan perbutan seorang pelaku sejarah, sambil menghubungkan perbuatan itu dengan nilai-nilai yang umum dianut dalam masyarakat pada zaman itu
3. Alasan Seleksi
‘Sejarahwan dalam kajiannya menyeleksi bahannya, memilih apa yang dicantumkan dan apa yang tidak mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu. Tindakan ini tidak bisa dikatakan subjektif karena seorang sejarahwan tidak dapat menyajikan salinan lengkap mengenai kenyataan historis. Dengan segala kekayaannya, tetapi ini tidak mengurangi objektivitas penelitiannya Laporan yang objektif tidak mesti suatu laporan yang lengkap
4. Alasan antiskeptisisme atau antirelativisme
Menurut aliran subjektivis, semua penulisan sejarah dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh seorang sejarahwan atau yang umum diterima pada saat ia menulis uraian historis. Paham ini menjurus ke relativisme dan skeptisisme sejarah. pendapat ini dapat dilumpuhkan dengan cara pembuktian dan menggunakan kriteria untuk menunjukkan mana pengetahuan historis yang objektif dan yang dapat dipercaya.
5. Alasan dan Sebab-Musabab
Subjektivis mengatakan penulisan sejarahwan selalu dapat diterangkan dengan berpangkal pada nilai-nilai yang dianut oleh sejarahwan tersebut dan keadaan historis ketika ia menulis uraian sejarah. Hal ini menurut kaum objektivis tidaklah menggugurkan keobjektifan penulisan sejarah. Kita tidak akan tahu benar atau salah mengenai kecendrungan sejarahwan pada pendapat tertentu, sebelum kita mengetahui alasan-alasan yang mendukung pendapatnya, sehingga kita masih bisa mengatakan penulisannya objektif.
6. Alasan Propaganda
Menurut kaum subjektivis, penulisan sejarah sama seperti propaganda yang hanya mengungkapkan dan menyiarkan nilai-nilai tertentu. Namun, pandangan ini tertolak karena tulisan yang bersifat propaganda tidak dapat dimengerti pembaca. Ketidakmengertian ini dikarenakan si pembaca belum mengikuti nilai-nilai yang disebarkan dan orang bisa merasakan kehambaran ilmiah dari tulisan jenis ini.
7. Alasan Analogi
Para objektivis membela kadar objektivitas kajian sejarah dengan ilmu-ilmu eksak. Dalam ilmu-ilmu eksak, para ahli mengatakan objektivitas ilmu itu mungkin dan ada tolok ukur untuk menetapkan kadar objektivitasnya. Ilmu sejarah sejarah juga memiliki tolok ukur keobjektifan. Maka harus ada penghormatan dalam hal objektivitas terhadap pengkajian sejarah seperti perghormatan pada ilmu eksak.
Objektivisme Sejarah Menurut Karl Popper
Masing-masing generasi memiliki persoalan dan masalahnya sendiri. Sehingga memiliki kepentingan dan sudut pandang sendiri. Setiap generasi berhak memikirkan dan mereinterpretasi sejarah menurut caranya sendiri. Interpretasi tiap-tiap generasi akan saling komplementer, dalam artian interpretasi generasi sekarang akan bersifat komplementer dengan interpretasi generasi sebelumnya. Seluruh sejarah bergantung pada interes kita. Yang ada ialah berbagai sejarah, dan tidak pernah ada sejarah tunggal.
Orang mempelajari sejarah paling tidak memiliki 2 motif, ketertarikan pada sejarah, dan pemahaman bahwa belajar sejarah merupakan belajar tentang persoalan kita sendiri. Menurut Popper tujuan dari 2 motif ini tidak akan tercapai jika pengaruh ide objektivisme yang sesungguhnya tidak dapat diterapkan masih kuat, dan apabila kita ragu-ragu mempresentasikan masalah-masalah historis dari sudut pandang kita. sikap yang seharusnya dimiliki adalah kita mestinya tidak berpikir bahwa sudut pandang kita, jika secara sadar dan kritis diterapkan pada masalah ini, akan bersifat inferior terhadap sudut pandang penulis yang secara naif menyakini bahwa ia tidak menginterpretasikan dan telah mencapai suatu tingkat objektivitas yang mengizinkannya mempresentasikan peristiwa-peristiwa masa lalu seolah-olah peristiwa tersebut benar-benar terjadi secara aktual.
Popper yakin komentar-komentar pesonal yang ditemukan dalam penulisan sejarah mendapat justifikasi, karena komentar tersebut bersesuai dengan metode historis. Sikap/pandangan yang penting adalah menjadi sadar akan sudut pandang seseorang dan kritis, guna menghindari sejauh mungkin bias yang tanpa sadar dan akibat dari tidak kritisnya orang mempresentasikan fakta-fakta.
Daftar Sumber buku
Ankersmit.F.R. 1987. Refleksi tentang Sejarah. Jakarta : Gramedia
Lubis.H.Nina.2008. Metode Sejarah. Bandung. Satya Historika
Sumber Internet
http://grelovejogja.wordpress.com/2007/07/24/pentingnya-interpretasi-baru-dalam-sejarah-menurut-karl-raimund-popper
Selasa, 16 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar